Liburan Naik Truk Cabe Jakarta-Magelang

   
Are u ready ...?
Well, ini mobil angkutan cabe. Kelihatan kekar dan benar-benar di rawat. Semuanya kelihatan prima

HARI libur selalu menjadi bahan pemikiran diriku sebagai Orang tua. Aku selalu berfikir bagaimana hari libur untuk my son menjadi berharga. Alias tidak terbuang percuma. Sebagaimana dulu aku memanfaatkan hari liburku. Hyking, kemping atau bersepeda atau ke kampung Nenek di kaki Ciremai. Ya itulah kegiatanku waktu esde.

Bagi ortu yang berkocek tebal tentu tidak masalah. Tinggal pencet tombol HP call ticket counter, beres! Tapi, selalu ada jalan bagi orang yang memiliki kemauan. Aku pun tak mau kalah. Orang kaya memang tinggal menikmati. Tapi bagi aku, kesempatan itu harus aku, rebut!

Pilihan liburan kali ini adalah Liften. Naik truk cabe, euy! Tidak sulit kok. Kalau kami ke Pulo Gadung, sebelum Vespa ada deretan truk mangkal. Liat aja Plat nomernya, kalo L berarti ke Surabaya, N berarti ke Malang, AD berarti ke Solo. Kami memilih Plat AA.   
Tarik mang...!
Maka segera aku dan Baim mengepak ransel. Dari Jakarta, kami pun berangkat ke Magelang tempat mbah-nya BAIM. Ibu dari ibunya Baim, berarti mertuaku hehehe. Yayuk, istriku hanya geleng-geleng, menghadapi kedua lelaki pujaannya itu, (jie...). Sungguh ini adalah pemandangan yang tak ada dalam mimpi-mimpinya. Lambaian tangan tanpa tangis. Segera dia berikan.

Biasalah itu terjadi kalau mau melakukan perjalanan. Aku selalu bilang, lelaki memang diciptakan untuk itu, BERPETUALANG dan BERTARUNG!
Aku terus mengontak jadwal pertemuan dengan Bagong. “Keluar Bekasi Barat, terus Pekayon, ketemu di Komsen ya!” begitu tulisanku yang dibaca Bagong pada layar HP- nya.

Dia paham, kami bertemu di Komsen, Pondok Gede. Baim naik sebagai guide. Aku pulang ke rumah untuk menaruh motor. Pas Azan Maghrib kami  bertiga sudah berada di kabin truk Colt Diesel. Orang bilang ini mobil ‘tiga perapat’ truk tanggung.

Well, ini mobil angkutan cabe. Kelihatan kekar dan benar-benar di rawat. Semuanya kelihatan prima. “Wah kalo soal perawatan jangan ditanya mas,” kata Bagong.

Mr Bagong
Kalau ada kerusakan sedikit saja, onderdilnya langsung diganti. Setiap bulan kelahar, rem dan olinya dicek. Semua itu sebagai tuntutan kecepatan. Karena truk cabe mengandalkan kecepatan. “Kalau saya bawanya di bawah 80 km/jam, saya diomelin sana-sini mas,” kata Bagong tetap ceria.


Jadi, cabe itu barang yang cepat busuk. Apalagi kalau sudah di tumpuk, masuk bak truk lalu ditutup terpal dan berada di aspal jalan yang panas. Kalau busuk. Sudah jelas tidak ada yang mau beli. Akibatnya rugi semua, rugi bandar, rugi pembeli dan tentu saja Bagong pun jadi rugi, karena selain diomelin tak ada bonus.

Tak ada kompromi mas, meski jalan macet, ban beledos atau apa pun. Mereka tahunya sampe Jakarta tepat waktu. Kalo Bagong tepat waktu, maka dia dikasih uang senilai Rp 200 ribu. “Namanya uang kafan mas,” katanya sambil ketawa tanpa beban.

Apa?

Ya kafan, kain pembungkus jenazah.

Bagong, begitu laki-laki di belakang stir itu biasa disapa. Kenapa Bagong? “Dulu waktu kecil saya gemuk mas, kaya bagong!” katanya ceria. Kamu tahu kan bagong. Bagong itu artinya babi. Atau bisa juga diartikan Punakawan dalam cerita wayang yang berperut buncit. Sudah itu bukan urusan kita.

Naik truk di atas kecepatan 100 km/jam. Inilah live concert Baim mengisi liburannya. “Seperti di PS (play station),” begitu Baim yang baru lulus SD menyimpulkan.

Istirohat Nyubuh dulu
Di tol Cirebon kami minta mas Bagong untuk berhenti sebentar. Kami menyantap Nasi goreng dan Kopi penghangat tubuh, Baim memilih teh manis. Di pelataran parkir supir-supir tidur begitu saja di atas kepala truk, di Bemper depan  atau di kolongnya. Wah nikmatnya.


Memasuki Tegal, kami berhenti lagi. Kali ini untuk shalat Subuh. Tapi, mas Bagong yang tak lulus SD itu malah tiduran. Kenapa ya, supir-supir itu yang bergelut dengan maut setiap harinya, malah cuek saja. Jauh dari ajaran agama.

Air wudu membasahi jiwaraga kami, segar. Ya Allah lindungilah kami dalam perjalanan, itulah doa subuh kami.

Matahari jingga menemani kami meninggalkan Tegal. Jalanan ramai oleh Sepeda anak sekolah. Sungguh indah puisi pagi ini.

Sampe Pekalongan, Truk berhenti. Mas Bagong sibuk mengebel. Tak lama ada orang menghampiri kami. Oh, ternyata Mas Bagong mendapat muatan, Terigu. “Untuk pabrik roti mas,” katanya.

Daripada bengong aku mengebel rekanku, Anwar yang sekarang tinggal di Pekalongan. Tak lama Anwar datang, bubur kacang hijau menemani kami mengobrol. “Wah ternyata di Pekalongan banyak tempat yang bisa kami singgahi untuk Sahabat Alam, salah satunya adalah TPI alias Tempat Pelelangan Ikan.

“Kalo mau naik perahu nelayan juga boleh. Tapi minimal sepekan, dijamin pada mabok laut deh!” kata Anwar semangat.
Wah jiwa petualangan kami jadi tertantang. Asyik juga neh.   
Selesai karung terigu dimasukkan ke bak truk, kami pun melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan siang tak kalah tegangnya. Kalau malam hari, berhadapan dengan bis malam, siang hari banyak kendaraan kecil, pasar dan aktivitas yang membuat perjalanan jadi lebih lambat.

Memasuki alas roban, truk mengisi solar. Sinar matahari pagi membuat mata mas Bagong terasa berat. Aku dan Baim membuang isi perut di toilet pom Bensin dan mengisinya kembali.

 
Tancap ...Pir!
Truk cabe yang kami tumpangi melaju kembali. Membayangkan ini aku jadi ingat Film masa kecil, BJ and The Bear, seorang jagoan yang hidup di atas roda truk. Kehidupan  di atas truk tidak pernah terlintas dalam benak kami sebelumnya. Ternyata banyak kisah terjadi di atas jalanan.


Di Kendal Truk belok kanan mengambil arah Weleri. Sambil nyetir mas Bagong tak henti bergurau.  Cerita-cerita Mas Bagong ini tak kalah menariknya dari novel-novel best seller. Dia sudah akrab dengan truk sejak usia SD, seusia Baim. Tapi, sekarang ini dia kerja keras untuk membiayai anaknya agar bisa sekolah dan kuliah. Setiap hari dia harus bersaing dengan rekannya sesama sopir truk cabe, agar truknya tak dibalap. Uang kafan bukan sesuatu yang mengerikan tapi ‘piala’ yang jadi rebutan. Hidup memang keras.

“Kemarin teman saya truknya tabrakan, ringsek. Coba bayangkan Kepala truknya sampe ketemu dengan ban belakang?!” katanya santai.

Alhamdulillah itu tak terjadi pada kami. Menjelang siang kami sudah melahap tikungan Weleri dengan kenikmatan tiada tara. Dari jendela Baim mengintip Smbing, Sindoro dan Dieng, hingga Parakan dan Temanggung pun terlampaui. Kami sampai di Magelang menjelang azan Zuhur.  

See you Mas Bagong, darimu kami telah belajar kerasnya kehidupan. Kalau suatu saat bertemu kembali aku ingin memberinya buku pelajaran shalat. Dunia memang milik orang-orang pemberani.     

Klik disini

Agar daging Qurban-mu Tepat Sasaran


MOIIA 
Silky Pudding


Barangkali ada yang pernah liat...

Terus lupa siapa yg jual ๐Ÿ˜ 

๐Ÿ’ฅYes..I'm here ๐Ÿ˜ƒ 
⇩⇩⇩
Silakan Klik:






              


No comments:

Post a Comment

Bening Embun

Liburan ke Tasik aja

Liburan ke Tasik aja 25 Wisata Tasikmalaya, Pas Dikunjungi Saat Libur Panjang