BISNIS SAMPAH ORGANIK Kapan Kita Mau Mulai?

Sampah Organik | sumber: Recycle for Dorset Blog

Di negara kita, kebanyakan orang mendaur ulang sampah organik di belakang rumah sendiri. Negara-negara lain punya pabrik daur ulang sampah organik

Oleh: Atika Diana Rahardjo



BENING EMBUN | Kita sering dengar banyak pengusaha yang memulai bisnis daur ulang sampah. Mereka membangun sebuah pabrik, kemudian mempekerjakan pemulung untuk memungut sampah yang akan didaur ulang di pabrik tersebut. Hasil daur-ulangnya kemudian di jual ke luar negeri seperti Jepang.

Sistem ini memang layaknya kita dukung, terutama karena dia membantu Indonesia menjadi negara yang lebih “hijau”. Tetapi, ada dua hal yang menurut saya masih kurang dari sistem ini.

Pertama, sistem ini cuma eksis untuk plastik, logam, dan kertas. Setahu saya, Indonesia belum punya sistem daur ulang sampah organik yang matang. 

Kebanyakan orang mendaur ulang sampah organik di belakang rumah sendiri. Negara-negara lain punya pabrik daur ulang sampah organik, seperti SITA di Inggris. Bahkan di Korea Selatan, tingkat daur ulang makanan bekas lebih dari 80%.

Bayangkan, bagaimanakah Indonesia apabila kita punya sebuah sistem di mana truk memungut sampah dari restoran yang kemudian dibawa ke pabrik pengolahan sampah organik. Ini akan mengurangi beban TPA sekaligus menghasilkan energi tambahan. 

Seperti yang sering kita dengar, sampah organik bisa kita daur ulang menjadi pupuk kompos dan gas alam. Kompos bisa dijual di pasar. Gas alam bisa dibakar untuk menghasilkan listrik.

Kedua, sistem ini memberikan keuntungan sedikit kepada pemulung. Pemulung dibayar rendah per kg sampah yang di bawa ke pusat pengumpulan sampah untuk daur ulang. Hidup sebagai pemulung tidaklah mudah. Banyak yang pergi ke TPA untuk memulung sampah. Kalau saja kita punya solusi untuk kedua masalah yang saya sebut.
   
Pemulung TPA Mancani  | sumber: Idris Prasetiawan, Fotokita
Sebenarnya sudah banyak model-model bisnis yang bisa kita tiru di Indonesia, mulai dari pabrik besar yang mengumpulkan sampah organik dari seluruh kota, sampai ke mesin-mesin kecil yang bisa mendaur ulang sampah di daerah perumahan. Teknologinya sudah tersedia. Yang kita perlukan adalah bisnis, seorang entrepreneur.

Membangun sebuah pabrik besar tidak mudah, terutama karena sampah merupakan sebuah isu yang sering dipolitisi dan karena biaya membangun pabrik tidaklah kecil. Yang kita bisa lakukan sekarang adalah memulai sedikit demi sedikit, yakni memulai bisnis sampah organik dengan resiko investasi rendah. Mesin kecil untuk penghasilan kecil. Kompos bisa dijual di pasar. Gas alam bisa menjadi bahan bakar kompor.

Sebagai contoh teknologi yang simple, gambar di bawah ini merupakan sebuah mesin pendaur ulang sampah organik yang digunakan oleh sebuah kantin sekolah di Chiang Mai. Mesin ini menghasilkan gas alam yang kemudian dipakai untuk menjalankan kompor.
   
Mesin pendaur ulang sampah organik di Chiang Mai | sumber: Chiang Mai Construction
Mesin-mesin seperti sering digunakan di daerah perdesaan di India atau Cina. Kalau saja kita bisa memulai bisnis menjual mesin ini ke restoran supaya mereka bisa mendapatkan penghasilan lebih.

Untuk teknologi yang lebih canggih, baru-baru ini Universitas Sains Malaysia membangun pabrik biogas mini di kampus yang bisa menghasilkan listrik 600 kilowatt per hari.
   
Pabrik biogas mini di USM | FOTO: USM
Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang sudah dilakukan di berbagai negara, bukan cuma negara maju saja. Sekarang yang kita perlukan adalah orang-orang yang mau memulai bisnis sampah organik. Kita perlu cari tahu model bisnis yang paling pas untuk Indonesia. Kita bisa cari konsultasi dari pakar-pakar bisnis daur ulang sampah. Saya sendiri masih belajar.

 *kontributor OLAHSAMPAH.Com


Hasil Pengolahan Sampah di Belanda


Klik disini
Agar daging Qurban-mu Tepat Sasaran

SilakanKlik
Lengkapi Kebutuhan Anda


No comments:

Post a Comment

Bening Embun

Liburan ke Tasik aja

Liburan ke Tasik aja 25 Wisata Tasikmalaya, Pas Dikunjungi Saat Libur Panjang